Pengertian
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik
yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas
tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi
ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik
tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di
sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Lingkungan
terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa
seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi.
Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti
tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Ilmu yang
mempelajari lingkungan adalah ekologi.
Arsitektur
lingkungan adalah ilmu bangun membangun yang
berkaitan dengan perencanaan tata kota, landscape planning, urban design, interior maupun
eksterior yang memperhatikan kondisi fisik sumber daya alam, yang meliputi air, tanah, udara, iklim, cahaya, bunyi dan
kelembapan. Arsitektur lingkungan sangat berkaitan erat dengan
arsitektur hijau (green architectur).
Dalam bidang arsitektur,
lingkungan merupakan aspek yang tidak boleh dilepaskan karena apa yang yang
kita lakukan itu selalu berhubungan dengan lingkungan. Dalam beberapa kasus,
arsitektur dapat membawa dampak positif dan negatif pada lingkungannya,
diantaranya :
·
Dampak Positif
1. Memperhatikan hubungan antara ekologi
dan arsitektur, yaitu hubungan antara massa bangunan dengan makhluk hidup
yang ada disekitar lingkungannya, tak hanya manusia tetapi flora dan faunanya.
Arsitektur sebagai sebuah benda yang dibuat oleh manusia harus mampu menunjang
kehidupan dalam lingkungannya sehingga memberikan timbal balik yang
menguntungkan untuk kedua pihak. Pendekatan ekologis dilakukan untuk menghemat
dan mengurangi dampak – dampak negatif yang ditimbulkan dari terciptanya sebuah
massa bangunan, akan tetapi dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Contohnya
yaitu, munculnya trend green design.
2. Dapat memberikan pemecahan masalah pada tata letak
bangunan atau kota.
3.
Memperhatikan kondisi lahan yang
akan dibangun. Sebagai contoh bila bangunan akan didirikan pada lahan yang
memiliki kemiringan, maka dengan pendekatan ekologis bisa dicarikan solusinya
seperti memperkuatkan pondasi, atau menggabungkan unsur alam pada lingkungan
dengan bagunan yang ada sehingga semakin estetis bangunan yang tercipta.
Contoh: Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta
Pusat. Banyaknya lingkungan hijau di site bangunan tersebut dan pembuatan taman
pada atap sehingga membuat dampak positif untuk mengurangi dampak global
warning.
4. Memberikan dampak pada estetika bangunan.
·
Dampak Negatif
1. Kesalahan membaca lingkungan, dapat
membawa bencana terhadap lingkungan
2. Kegagalan bangunan dapat menghancurkan
bangunan tersebut dan lingkungannya
3. Terganggunya kestabilan ekosistem alam
dan permasalahan lingkungan
4.
Contohnya ialah bangunan green arsitektur yang
tidak menciptakan tema green itu sendiri. Bangunan di Kemang yang seharusnya
bangunan dibangun 20% dan memiliki lahan terbuka hijau 80%. Namun saat ini
Kemang menjadi kawasan area bisnis yang sensasional, yang hanya memiliki lahan
terbuka hijau menjadi 20%, dan umumnya penuh dengan bentuk masif yang hanya
mengejar estetika belaka. Akibat dari pembangunan yang kurang memperhatikan
lahan terbuka hijau, mengakibatkan banjir pada kawasan lainnya.
Bangunan yang baik adalah bangunan yang
digunakan berdasarkan fungsinya. Kegagalan arsitektur bisa terjadi apabila
seorang arsitek tidak mengikuti aspek-aspek atau prosedur yang berlaku dan
tidak memikirkan dampak bangunan tersebut terhadap lingkungan disekitarnya.
Kegagalan arsitektur juga bukan hanya dikarenakan kegagalan pada konstruksi
bangunannya. Tetapi Arsitektur yang gagal adalah membangun bangunan dengan
merusak ekosistem disekitarnya.Dampak diatas dapat diatasi dengan beberapa cara,
salah satu adalah Arsitektur hemat energi.
Arsitektur
Hemat Energi
·
Desain hemat
energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan
energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau produktivitas
penghuninya. “Designing building to minimize the usage of
energy without constraining the building function nor the comfort of
productivity of occupants..” (Hawkes Dean,
2002)
·
Arsitektur
Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007), adalah: Kondisi dimana energi
dikonsumsi secara hemat (minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik
manusia.
Dengan
kata lain Arsitektur hemat energi berlandaskan “meminimalkan penggunaan energi
tanpa harus merubah fungsi dan bentuk bangunan ataupun kenyamanan dan
penghuninya. Mengoptimalkan segala sumber daya yang ada di lingkungan sekitar,
seperti sistem tata udara-tata cahaya baik alami maupun buatan. Hal ini
didasari oleh prinsip konservasi energi (non-renewable
energy).
Prinsip
Prinsip
“hemat energi” bangunan memiliki implikasi langsung pada peraturan, ekonomi,
permintaan energi, dan lingkungan. Definisi juga diperlukan untuk membandingkan
kinerja bangunan energi atau untuk menilai mutlak hemat energi. Kami
mengusulkan tiga kriteria untuk sebuah bangunan hemat energi:
1. bangunan harus dilengkapi dengan peralatan yang efisien
dan bahan yang tepat untuk lokasi dan kondisi;
2. bangunan harus menyediakan fasilitas dan layanan yang
sesuai dengan penggunaan bangunan yang dimaksudkan;
3. bangunan harus dioperasikan sedemikian rupa untuk
memiliki penggunaan energi rendah dibandingkan dengan, bangunan sejenis
lainnya.
Sebuah bangunan yang efisien harus, minimal, berada di
atas rata-rata di tiga aspek tersebut. Ketika menetapkan standar hemat energi
minimum, definisi hemat energi berdasarkan biaya siklus hidup minimum cenderung
menghasilkan standar yang lebih ketat dan penghematan energi yang lebih besar
daripada strategi berdasarkan menghilangkan unit paling efisien.
Contoh
Gedung New Media Tower, yang merupakan gedung terbaru
Universitas Multimedia Nusantara, dirancang sebagai gedung hemat energi dengan
menerapkan berbagai teknologi yang memungkinkan untuk melakukan penghematan
energi dengan memanfaatkan udara alami semaksimal mungkin tanpa mengurangi
kenyamanan.
Luas bangunan Gedung NMT ini sekitar 32 ribu meter
persegi. Sedangkan luas total seluruh lahan yang dimiliki UMN adalah 8 hektar,
dengan pemanfaatan 40 persen, atau 2,4 hektar terbangun.
Penggunaan teknologi double skin, yang
terbuat dari plat aluminium berlubang, memungkinkan untuk mengontrol intensitas
cahaya dan panas matahari yang masuk kedalam ruangan sehingga ruangan cukup
dingin dan terang.
Alhasil, penggunaan pendingin udara bisa dikurangi
sehingga bisa menghemat energi listrik. Seperti diketahui bahwa pendingin udara
mengkonsumsi energi listrik terbesar pada setiap gedung.
Lubang-lubang tersebut juga berfungsi untuk sirkulasi
udara sehingga koridor gedung tidak perlu menggunakan pendingin tetapi masih
cukup nyaman. Di lantai bawah yang digunakan sebagai kantin dan area pertemuan
mahasiswa dibuat dengan konsep terbuka menggunakan udara alami.
Selain itu, gedung ini juga memaksimalkan konservasi air
dengan mendaur ulang air limbah untuk digunakan kembali dan menangkap air hujan
sehingga tidak terbuang.
Memang, dengan gedung yang menggunakan lapis luar berupa
aluminium yang diberi lubang-lubang, sudah pasti air hujan akan masuk sehingga
membuat sisi pinggir koridor menjadi basah. Tetapi, ini adalah suatu hal yang
normal, bahkan sudah dibuatkan saluran air untuk pembuangannya secara cermat.
Komentar
Posting Komentar